16.24
Aku menunduk lemas.. persendianku bagaikan 2 kutub magnet yang sejenis : tolak-menolak dan tak mau saling terkait;atau ibarat dua benda sejenis yang ber-adhesi ria: tak semestinya. Tak ada kekuatan untuk mempertahankan tubuhku dari tarikan gravitasi. “Bruuuk!!!”. Aku ambruk, jatuh ke lantai, tapi dokter Ida segera membangunkanku dan membantuku duduk di sofa maroon : warna kesukaanku. Seharusnya aku tidak perlu jatuh, atau lebih tepatnya aku seharusnya duduk di depan dokter Ida : di balik meja. Tapi hasil test laboratorium yang ditunjukkan padaku bagai stimulant dahsyat yang membuat kakiku refleks memberikan daya dan gaya pada tubuhku untuk berdiri tegap : walau hanya sekejap, persis saat refeks hammer menyentuh bagian patella.
Tak ayal, selembar visum et repertum yang ada di tanganku melayang lemah gemulai: perlahan tapi pasti. Ingin rasanya aku segera meremas benda tak berdosa itu, benda yang dulu menjadi lambang kebanggaanku kini menjadi lambang kedukaan bagiku. Ingin rasanya aku protes. Tapi pada siapa? Pada dokter Ida yang mengesahkan lembar itu? Atau pada Sang Sutradara Tunggal kehidupanku?
Aku hanya diam, begitupun tubuh yang ada di dekatku. Suasana begitu memojokkan aku. Samar terdengar suara masuk ke ruang dengarku. Suara mengejek dengan nada sinis dari seluruh penjuru ruangan mengarah padaku. Namun sebenarnya sumbernya hanya satu : dari hatiku.
Seketika jua pikiranku langsung terbang ke mana-mana. Pikiranku berjalan melewati pintu, menerobos kerumunan orang di ruang tunggu, menuruni anak tangga, menyeberangi jalanan kemudian berpencar ke arah 4 mata angin. men
Jumpai Ibu yang belum sempat aku bahagiakan, menemui Salma anak angkatku yang masih membutuhkanku, menyapa Anton, tunanganku : kami akan menikah 2 bulan lagi serta menjumpai Tuhanku: belum sempurna cintaku pada-Mu.
Semua itu melelahkan. Rasa-rasanya aku kini berada di titik nadirku. Masih kurasakan kehadiran dokter Ida namun mata ini enggan untuk mengintip dunia. Dan seluruh organ tubuhku kompak untuk bereaksasi : sekedar beristirahat sejenak, tapi tidak jantungku. Aku masih dapat merasakan aliran darahku dan aku tahu aku masih akan hidup. Hanya saja, aku terlampau capek.
***
Comments